Makna kata الدين (ilmu gharib al-qur'an)
PEMBAHASAN
A.
Pengetian al-Din
Secara
bahasa kata al-Din berasal dari
bahasa Arab, masdar dari dana-yadinu-dainan
artinya jazaahu (memberi balasan
kepadanya), jama’nya adalah adyan artinya
al-jazau wa al-mukafaatu (balasan dan
berkecukupan), al-qadha (menunaikan),
al-mulku, al-sultan, al-hukmu
(kerajaan, kesultanan, hukum), al-tadbir
(kepengurusan), dan al-hisab
(perhitungan).[1]
Sedangkan
secara istilah al-Din adalah nama
bagi apa yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya melalui lisan para
Nabi, agar mereka bisa mencapai kedekatan dengan Allah. Din atau al-Din dalam
al-Qur’an disebut sebanyak 92 kali. [2]
B.
Makan
al-Din Dalam al-Qur’an
Dalam
kitab Mukjizatun wa ‘Ajaibun min al-Qur’an al-Karim kata al-Din memiliki
10 makan, yakni : al-Din bermakna al-Jazaa, al-Tha’ah, at-Tauhid, al-‘Azab,
al-Islam, al-Hukmu, al-Had, al-Hisab, al-‘Ibadah dan al-Millah.[3]
Adapun
arti kata al-Din yang dipakai dalam al-Qur’an adalah:
1.
Kekuasaan
yang Maha mutlak.
2.
Penyerahan
diri lahir dan batin disertai dengan ketaatan dan kesetian.
3.
Iman
dan amal.
4.
Ganjaran
yang diberikan sebagai balasan bagi mereka yang berbuat baik ataupun yang
berbuat buruk. [4]
Namun,
di sini hanya dibahas tujuh makna.
1. Kata al-Din
bermakna al-Jazaa
Al-Jazaa
berasal dari kata Jazaa-yajzau-jaz an
artinya qasamahu ajzaa (membagikan
kepadanya bagian) atau akhaza minhu juz
an (mengambil daripadanya bagian). [5]
Dalam
al-Qur’an kata al-Din yang bermakna al-Jazaa yakni dalam surat
al-Fatihah ayat 4. Firmannya :
Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ
Artinya: Yang menguasai di hari Pembalasan.
Kata
al-Din dalam ayat di atas diartikan sebagai pembalasan atau perhitungan karena
pada hari itu (hari kiamat) terjadi perhitungan dan pembalasan Allah dan juga
karena ketika itu semua makhluk tanpa terkecuali menampakkan ketaatannya kepada
Allah swt dalam bentuk yang sangat nyata.
Kita
tidak tahu berapa lama hari pembalasan akan berlangsung dan balasan yang
diberikan juga tidak dijelaskan. Balasan yang diberikan ketika itu bersifat
perorangan. Para ulama membagi balasan Allah menjadi dua, balasan duniawi dan
ukhrawi. [6]
2. Kata al-Din
bermakna al-Tha’ah
Kata
tha’ah berasal dari asal kata Tha’a-yathi’u- tau’an yakni inqada (terikat) atau thau’an lifulani (patuh kepada fulan)
atau amarahu faatha’a
(diperintahkannya maka dipatuhi).[7]
Kata al-Din bermakna tha’ah terdapat dalam surat al-Taubah, ayat 29.
(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöqu‹ø9$$Î/ ÌÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä† $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qß™u‘ur Ÿwur šcqãYƒÏ‰tƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷“Éfø9$# `tã 7‰tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹ ÇËÒÈ
29. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam
Keadaan tunduk.
Yang dimaksud dengan “dan tidak beragama dengan agama yang benar “
yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw
mereka tidak mematuhi dan mengikuti apa yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad saw. [8]
3. Kata al-Din
bermakna al-Tauhid
Kata
tauhid berasal dari asal kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan bermakna ja’alahu
tauhidan (menjadikannya satu) yakni Allah swt atau i’tiqadu wihdaniyatillah (meyakini keesaan Allah).[9]
Surat Yunus ayat 22 :
uqèd “Ï%©!$# ö/ä.çŽÉi|¡ç„ ’Îû ÎhŽy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur ( #Ó¨Lym #sŒÎ) óOçFZä. †Îû Å7ù=àÿø9$# tûøïty_ur NÍkÍ5 8xƒÌÎ/ 7pt6ÍhŠsÛ (#qãmÌsùur $pkÍ5 $pkøEuä!%y` ìxƒÍ‘ ×#Ϲ$tã ãNèduä!%y`ur ßlöqyJø9$# `ÏB Èe@ä. 5b%s3tB (#þq‘Zsßur öNåk¨Xr& xÝ‹Ïmé& óOÎgÎ/ (#âqtãyŠ ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# ÷ûÈõs9 $uZoKø‹pgUr& ô`ÏB ¾ÍnÉ‹»yd žúsðqä3uZs9 z`ÏB tûïÌÅ3»¤±9$# ÇËËÈ
Artinya : Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,
(berlayar) di lautan. sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan
meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan
angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan
(apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa
mereka Telah terkepung (bahaya), Maka mereka berdoa kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka berkata):
"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, Pastilah
kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".
Pada ayat ini kata “الدين” mengandung makna التوحيد
yang berarti ketaatan yang
ikhlas kepada Allah. Ayat ini bercerita tentang orang-orang yang berada dalam
kapal yang sedang berlayar, kemudian terjadi badai yang sanagt dasyat sehingga
mereka merasa tidak mungkin selamat, oleh karena itu mereka berdoa kepada Allah
agar menyelamatkan mereka dan mengikhlaskan ketaatannya kepada Allah. [10] Dan
dalam tafsir an-Nur dikatakan bahawa
mereka itu berdo’a kepada Allah dengan hati ynag ikhlas.[11] Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwatûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# ûüÅÁÎ=øƒèC ©!$# #âqtãyŠ mereka tidak berdo’a kepada kepada berhala dan tidak pula kepada
patung, akan tetapi mereka mengkhususkan do’a dan permohonan kepada Allah.[12]
4.
الدين yang berarti الحكم
Al-Hukmu berasal dari kata hakam-yahkumu,qadhaa
wa fashlu (menggati dan memisahkan).[13]
Surat Yusuf ayat 76 :
r&y‰t6sù óOÎgÏGu‹Ïã÷rr'Î/ Ÿ@ö6s% Ïä!%tæÍr Ïm‹Åzr& §NèO $ygy_t÷‚tGó™$# `ÏB Ïä!%tæÍr Ïm‹Åzr& 4 šÏ9ºx‹x. $tRô‰Ï. y#ß™qã‹Ï9 ( $tB tb%x. x‹è{ù'uŠÏ9 çn$yzr& ’Îû ÈûïÏŠ Å7Î=yJø9$# HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# 4 ßìsùötR ;M»y_u‘yŠ `¨B âä!$t±®S 3 s-öqsùur Èe@à2 “ÏŒ AOù=Ïæ ÒOŠÎ=tæ ÇÐÏÈ
Artinya : Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka
sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, Kemudian dia mengeluarkan piala
raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah kami atur untuk (mencapai maksud)
Yusuf. tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja,
kecuali Allah menghendaki-Nya. kami tinggikan derajat orang yang kami
kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang
Maha Mengetahui.
Dalam ayat ini kata الدينmengandung
makna الحكم yang berarti
hukum. Ayat ini bercerita tentang
bagaimana Nabi Yusuf menyusun rencana agar saudar kandungnya Banyamin dapat
tinggal bersamanya di Mesir. Maka Nabi Yusuf menyuruh prajuritnya untuk menaruh
piala (cangkir) raja ke dalam karung Banyamin. Ketika para saudara Yusuf akan
meninggalkan kota, para prajurit berseru bhawa mereka (saudara Yusuf) adalah
pencuri karena merka telah kehilangan piala raja. Para saudara Nabi Yusuf yang
meresa tidak melakukannya mengtakkan bahwa jika memang diantara mereka ada yang
mencuri piala itu maka orang yang mencurinya itulah yang akan menjadi
tebusannya, dan anggota lain tidak perlu menanggung hukumannya. Dan para
prajurit pun setuju, kemudian mereka memeriksa semua karung bawaan saudara
Yusuf hingga akhirnya mereka menemukannya di dalam karung Banyamin. Oleh karena
itu Banyamin menjadi tebusan dan harus tetap tinggal di Mesir bersama Nabi
Yusuf seperti apa yang telah mereka sepakati.[14]
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa
$tB tb%x. x‹è{ù'uŠÏ9 çn$yzr& ’Îû ÈûïÏŠ Å7Î=yJø9$#
Tidak patut Yusuf mengambil saudaranya menurut hukum raja Mesir
dikatakan adh-Dhahhak dan mufassir lainnya, tetapi Allah mentakdirkan agar
saudara-saudaranya berpegang pada komitmen mereka sebagaimana Yusuf berpegang
teguh dengan janjinya kepada mereka.[15]
Adapun hukum raja Mesir bagi pencuri pada waktu itu adalah menyiksa
pencuri dan mewajibkannya mengganti
dengan berganda nilai apa yang dicurinya.[16]
Dalam tafsir an-Nur dijelaskan bahwa Nabi Yusuf menggunakan syari’at Nabi
Ya’kub untuk menahan dan memperbudak pencuri pada kasus Banyamin.[17]
Dan karena mereka telah membuat kesepakatan sebelumnya maka mereka harus
menepati janjinya.
5.
الدين yang berarti الحساب
Al-Hisab berasal dari kata hasiba-yahsabu, artinya kaafi atau
kaafiyan (kecukupan).[18]
Surat an-Nur ayat 25 :
7‹Í³tBöqtƒ
ãNÍkŽÏjùuqãƒ
ª!$#
ãNßgoYƒÏŠ
¨,ysø9$#
tbqßJn=÷ètƒur
¨br&
©!$#
uqèd
‘,ysø9$#
ßûüÎ7ßJø9$#
ÇËÎÈ
Artinya : Di hari itu,
Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah
mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesutatu
menurut hakikat yang sebenarnya).
ãNÍkŽÏjùuqãƒ
ª!$#
ãNßgoYƒÏŠ
Diafsirkan bahwa sebelum hari kiamat di dunia atau di alam barzakh
mereka memperoleh panjar atau balasan, hanya saja penyempurnaannya akan terjadi
kelak di hari kiamat.[20]
Segala perbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapat balasan yang setimpal
baik atau buruk.
6.
الدين yang berarti الآسلام
Al-Islam berasal dari kata salima-yaslamu, artinya Izhar
al-Hudhu’ wa al-Qabul lima ata bihi Muhammad (menampakkan petunjuk dan
membenarkan apa-apa yang datang dari Muhammad), yakni agama yang datang bersama
Muhammad.[21]
Surat at-Taubah ayat 33 :
uqèd ü”Ï%©!$# Ÿ@y™ö‘r& ¼ã&s!qß™u‘ 3“y‰ßgø9$$Î/ ÈûïÏŠur Èd,ysø9$# ¼çntÎgôàã‹Ï9 ’n?tã Ç`ƒÏe$!$# ¾Ï&Íj#à2 öqs9ur onÌŸ2 šcqä.ÎŽô³ßJø9$# ÇÌÌÈ
Artinya : Dialah yang Telah mengutus Rasul-Nya (dengan
membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak
menyukai.
Dalam ayat ini kata الدين memiliki makna الآسلام yang dinisbatkan kepada
agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Dalam tafsir Ibnu Katsir
dijelaskan bahwa Allah mengutus Rasul dengan
petunjuk yang berisi berita kebenaran, iman yang shahih, dan ilmu yang
bermanfaat. Dan agama yang benar adalah amal perbuatan yang shahih dan
bermanfaat di dunia dan akhirat. Dan agama yang benar itu adalah agama yang
dimenangkan atas seluruh agama.[22]
Seperti firman Allah dalam surat ali-Imran ayat 19 :
¨bÎ) šúïÏe$!$# y‰YÏã «!$# ÞO»n=ó™M}$# . . . 3ÇÊÒÈ
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam.
Dalam tafsir al-Mishbah ayat ini, ditafsirkan bahwasanya akan
dimenangkannya agama Islam atas semua agama yang berbeda dengannya dalam
artiaan Allah menaskhkan berlakunya agama-agama yang lalu dengan kehadiran
agama yang dibawa Nabi Muhammad yaitu Islam.[23]
7.
الدين yang berarti المللة
Al-Millah
jamaknya milalun yang bermakna al-Syari’ah fii al-Din
(aturan-aturan yang terdapat dalam agama)[24]
Surat al-Bayyinah ayat 5 :
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#r߉ç6÷èu‹Ï9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJ‹É)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨“9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ
Artinya : Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Dalam ayat diatas terdapat dua kata din, kata din yang pertama
mengandung makna ibadah, sedangkan kata din yang kedua yaitu din al-qayyimah
mengandung makna millah yang berarti ajaran yang lurus, yakni agama yang
berdiri tegak lagi adil, atau ummat yang lurus dan tidak menyimpang.[25]
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim,
Muhammad. Mukjizatun wa ‘Ajaibun min al-Qu’an al-Karim. Bairut: Daarul al-Fikr.
1995
Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu al-Qur’an. Medan : Amzah,
2005.
Ash-Shiddieqy,
M. Hasbi. Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur. Semarang : Pustaka Rizki Putra,
2000.
Fr. Lois
Ma’luf al-Yassu’i. al-Munjid fii al-Lughah Wa A’lam. Bairut: daarul Masyreq.
2007
Idrus H.Alkaff. kamus pelik-pelik al-Qur’an.
Bandung: Pustaka. Cet I. 1993
Katsir,
Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. ‘Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i, 2003, Jilid. VI.
Katsir,
Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. ‘Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i, 2003. Jilid VIII.
Katsir,
Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. ‘Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i, 2003, Jilid. IV.
Shihab , M.
Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta :
Lentera Hati. 2002. Jilid V.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah . Jakarta : Lentera
Hati, 2002. Jilid V.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Lentera
Hati, 2002, Jilid. IX.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Lentera
Hati,2002, Jilid. VI.
Shihab, M.
Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta :
Lentera Hati. 2002. Jilid I.
[1]Fr. Lois
Ma’luf al-Yassu’i. al-Munjid fii al-Lughah Wa A’lam. Bairut: daarul Masyreq.
2007. Hlm.
[2]Ahsin W Al-Hafidz. Kamus
Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Amzah. Cet IV. 2012. Hlm. 65
[3] Muhammad
Abdurrahim. Mukjizatun wa ‘Ajaibun min al-Qu’an al-Karim. Bairut: Daarul
al-Fikr. 1995. Hlm. 291.
[4] Idrus H.Alkaff. kamus
pelik-pelik al-Qur’an. Bandung: Pustaka. Cet I. 1993. Hlm. 142
[6]M. Quraish Shihab. Tafsir
al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta : Lentera Hati. 2002.
Jilid I. Hlm. 44.
[8] M.
Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
Jakarta : Lentera Hati. 2002. Jilid V. Hlm. 573.
[11] M. Hasbi
ash-Shiddieqy. Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur. (Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2000). Hlm, 1794.
[12] Ibnu Katsir,Tafsir
Ibnu Katsir, terj. M. ‘Abdul Ghoffar. (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2003),
Jilid. IV. Hlm, 261.
[19] Ibnu Katsir,Taf sir Ibnu Katsir, terj. M. ‘Abdul Ghoffar.
(Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2003), Jilid. VI. Hlm, 31.
[22] Ibnu Katsir,Taf sir Ibnu Katsir, terj.
M. ‘Abdul Ghoffar. (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2003), Jilid. IV. Hlm, 121.
[23] M. Quraish
Shihab. Tafsir al-Misbah . . . Jilid V, Hlm, 581.
[25] Ibnu Katsir,Taf
sir Ibnu Katsir , Jilid VIII . . . Hlm. 517
Komentar
Posting Komentar