ilmu gharib al-Quran
PENDAHULUAN
Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad Saw, yang merupakan kitab
petunjuk serta pedoman bagi Manusia. al-Qur’an merupakan Mujizat terbesar Nabi
Muhammad Saw, yang termasuk kategori aqli. Al-Qur’an mengandung bahasa yang
tinggi sehingga tidak ada seorang pun yang mampu menandingi kemukjizatannya
tersebut. Al-Qur’an didalamnya juga terdapat ilmu, salah satunya ulumul qur’an
yang didalamnya terdapat al-Wujuh wa an-Nadza’ri, ini merupakan salah satu alat
yang dibutuhkan mufassir dalam menafsirkan serta memahami ayat.
PEMBAHASAN
A.
Makna الإحصان dalam al-Qur’an
Kata al-ihshan diambil dari kata حّصن
(hasuna), wa husnan wa hashiinan wa hashaanatun, dikatakan hasanatil
mar’atu hisnan wa hashanatan yaitu apabila wanita itu terpelihara. Jadi
kata al-Ihshan yaitu terpelihara[1].
Dalam kitab tafsir al-Maraghi dikatakan kata al-ihshan didalam
al-qur’an memiliki 4 makna yaitu :
·
Kata
al-ihshan yang bermakna nikah pada surat an-nisa’ : 24
·
Kata
al-ihshan yang bermakna memelihara diri juga pada surat an-Nisa’ ayat 24
( muhshiniina ghairu musaafihiina...)
·
Kata
al-ihshan yang bermakna kemerdekaan, pada surat an-nisa’ : 25
·
Kata
al-ihshan yang bermakna masuk islam (fa idza uhsiina)[2].
Dalam kitab al-itqan kata الإحصان
memiliki 3 makna, yaitu : العفة (keterpeliharaan/menjaga
kehormatan diri), التزوج
(pernikahan/bersuami/beristri), dan الحرية
(kemerdekaan)[3].
1.
Kata
الإحصان bermakna العفة
Contoh
dalam surat an-Nuur : 4
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ö‘r'Î/ uä!#y‰pkà óOèdr߉Î=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy‰»pky #Y‰t/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang
saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik.
Ayat ini
menjelaskan tentang hukum cambuk atas al-qadzif, yaitu orang yang menuduh
wanita yang baik-baik , merdeka, baligh dan suci kehormatannya telah berzina.
dan bila yang dituduh itu seorang laki-laki, penuduhnya juga terkena hukum
cambuk. Dalam hal ini para ulama tidak berselisih, apabila si penuduh
menunjukkan bukti-bukti yang membenarkan tuduhannya itu, maka hukuman atas
dirinya dicabut. Ayat diatas menjelaskan apabila penuduh tidak mendatangkan
empat orang saksi, maka deralah (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.
Tiga tuntutan
bagi orang penuduh yang tidak membawa
bukti :
·
Dicambuk
80 kali
·
Ditolak
persaksiannya selama-lamanya
·
Dihukumi
fasik, bukan orang yang baik disisi Allah dan dalam pandangan Manusia.
Kata M»oY|ÁósßJø9$# diambil dari kata حّصّن,
yang artinya menghalangi. Dan حِصْن
artinya benteng, karena dia menghalangi musuh atau masuk melintasinya. Jadi
kata Kata الإحصان bermakna العفة yang terdapat pada kata M»oY|ÁósßJø9$# yaitu wanita terpelihara
dan terhalangi dari kekejian (wanita yang baik, suci, bermoral tinggi, merdeka
dan wanita yang sudah menikah ataupun belum). [4]
2.
Kata
الإحصان bermakna التزوج
3.
Kata
الإحصان bermakna الحرية
Pada makna kedua dan ketiga terdapat pada ayat dan surat yang sama,
yaitu pada surat an-Nisa’ ayat 25 :
`tBur öN©9 ôìÏÜtGó¡o„ öNä3ZÏB »wöqsÛ br& yxÅ6Ztƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$# `ÏJsù $¨B ôMs3n=tB Nä3ãZ»yJ÷ƒr& `ÏiB ãNä3ÏG»uŠtGsù ÏM»oYÏB÷sßJø9$# 4 ª!$#ur ãNn=ôãr& Nä3ÏZ»yJƒÎ*Î/ 4 Nä3àÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/ 4 £`èdqßsÅ3R$$sù ÈbøŒÎ*Î/ £`ÎgÎ=÷dr& Æèdqè?#uäur £`èdu‘qã_é& Å$rá÷èyJø9$$Î/ BM»oY|ÁøtèC uŽöxî ;M»ysÏÿ»|¡ãB Ÿwur ÅVºx‹Ï‚GãB 5b#y‰÷{r& 4 !#sŒÎ*sù £`ÅÁômé& ÷bÎ*sù šú÷üs?r& 7pt±Ås»xÿÎ/ £`ÍköŽn=yèsù ß#óÁÏR $tB ’n?tã ÏM»oY|ÁósßJø9$# šÆÏB É>#x‹yèø9$# 4 y7Ï9ºsŒ ô`yJÏ9 }‘ϱyz |MuZyèø9$# öNä3ZÏB 4 br&ur (#rçŽÉ9óÁs? ׎öyz öNä3©9 3 ª!$#ur Ö‘qàÿxî ÒO‹Ïm§‘ ÇËÎÈ
25. Dan barang siapa diantara kamu (orang
merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu
miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian
yang lain, Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang
memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki
lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan nikah,
Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka
separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran
itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat diatas berbicara tentang menikahi wanita-wanita yang berstatus
hamba sahaya. Barang siapa yang tidak mempunyai kesanggupan untuk menikahi
wanita-wanita merdeka yang dihalalkan bagimu untuk menikahinya dengan hartamu
dan dengan nikah itu kamu bermaksud memelihara dirinya nya dan dirimu, maka
hendaklah kamu menikahi salah satu budak wanita yang mu’minah, dengan syarat
pernikahan itu kamu lakukan dengan seizin keluarga nya (majikan/tuan), dan
memberi mas kawin menurut menurut ukurankondisi budak itu serta tidak
memberatkan mu dan tidak juga merugikan siwanita dan tuannya dan dalam keadaan
mereka yang wanita-wanita itu memelihara kesucian diri, atau dipelihara
kesucian mereka oleh tuan-tuan mereka, bukan wanita penzina yang diketahui
secara umum dan bukan pula wanita yang mengambil laki-laki sebagai piaraannya.
Apabila hamba-hamba wanita yang telah memelihara diri dengan perkawinan itu
berzina, maka mereka mendapat hukuman separuh hukuman dari wanita-wanita
merdeka apabila melakukan zina. Sebagaimana dijelaskan pada sutat an-nuur ayat
24, jika wanita merdeka didera seratus kali maka wanita dari hamba sahaya yang
telah menikah didera lima puluh kali dera[5].
Jadi Kata الإحصان bermakna التزوج yang terdapat pada
kata fa idza uhshinna yaitu wanita yang memelihara diri dengan nikah.
Dan Kata الإحصان bermakna الحرية yang terdapat pada kata al-muhshanat
yaitu wanita-wanita merdeka yang bersuami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa al-Maraghi, terj.Tafsir al-Maraghi, (Semarang
: Karya Toha Putra, 1993).
Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut
: Darul Kutub ‘Ilmiyah, 1995).
Louis Ma’kif, Al-Munjid fi al-Lughah wa
al-‘Alam. (Beirut : Dar al-Masyriq, 2003).
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta : Lentera
Hati, 2002).
[2] Ahmad Mustafa
al-Maraghi, terj.Tafsir al-Maraghi, (Semarang : Karya Toha Putra, 1993),
Cet. Ke-2, Juz 4,5,6. Hal. 6
[3] Jalaluddin
as-Suyuthi, al-Itqan Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut : Darul Kutub ‘Ilmiyah,
1995) Jilid I, Hal.303
[4] M.Quraish
Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), Jilid 9, Hal.288-289
Komentar
Posting Komentar